Guru dalam Konteks Budaya Konjo

 

Potret dalam dunia pendidikan di negara kita saat ini sedang menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek itu, misalnya dari segi teknologi, metode mengajar, demokratisasi pendidikan, pendanaan, sarana dan prasarana, tenaga pengajar, dan proses pelaksanaan pembelajaran luring dan daring. Dari berbagai aspek yang ada, tenaga pengajar atau guru berperan penting, yakni sebagai pembina, pembimbing, dan pemotivasi. 

Proses pelaksanaan pembelajaran dalam kelas tentu membutuhkan suatu keahlian, ketekunan, kekreatifitasan, dan perlu inovatif. Khususnya dalam bidang pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis informasi teknologi. Guru sebagai salah satu pilar keberhasilan pembangunan manusia Indonesia sepatutnya betul-betul mencintai profesinya dengan nurani dan melaksanakan dengan panggilan jiwa. Dalam masyarakat, guru dikenal sebagai orang yang memiliki keterampilan, ilmu, dan moral yang patut dicontoh oleh anak didiknya. 

Sehubungan dengan hal tersebut, konteks budaya di masyarakat khususnya  budaya To’ Konjo masyarakat suku Kajang, guru merupakan profesi yang sangat dihormati dan disegani. Masyarakat  To’ Konjo mengenal istilah ‘’balakba’’ yang artinya corak yang dapat diambil sebagai contoh. Bila dikaitkan dengan profesi guru, dalam konteks budaya mereka guru adalah sebagai ‘’balakba’’ yang bermakna bahwa guru merupakan suri teladan dalam kehidupan bermasyarakat, berkedudukan tinggi, bermoral, dihargai, dan bertingkah laku mulia sesuai dengan norma agama dan masyarakat. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks budaya To’ Konjo guru merupakan profesi yang mulia. Pekerjaan tersebut selalu mengajarkan hal yang baik, membina, memotivasi, dan dilakukan dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, selayaknyalah profesi guru dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, panggilan jiwa, dan ketulusan. Bukan tidak mungkin, ada guru yang menyalahgunakan dan menghianati kepercayaan masyarakat tersebut. Mengajar hanya dilakukan dengan asal mengajar, asal masuk ke kelas, dan tidak mempedulikan keadaan siswanya. Kalau hal tersebut terjadi, bagaimana kondisi anak didik yang akan menjadi penerus tongkat estafet pembangunan di negeri ini. 

Dengan memahami profesi guru dari salah satu segi konteks, yakni konteks budaya, khususnya dalam budaya To’ Konjo profesi guru harus dilaksanakan dengan penuh keihklasan, maksimal, dan tetap memegang teguh amanah masyarakat sebagai orang yang dianggap sebagai ‘’balakba’’.  Potret guru harus menjadi lebih bersinar sebagai penerang untuk kemajuan generasi muda di negeri ini.

Komentar